KaromahWali, Ini Pertemuan Gus Miek dan Nabi Khidir AS. Karomah Wali, Ini Lima Fakta Keanehan Gus Miek (1) 4. Wali Jadzab yang Rajin Ziarah dan Hobi Mancing. Singkat cerita, Mbah Dalhar akhirnya mau menerima Gus Miek sebagai muridnya, khusus untuk belajar Al-Quran. Akan tetapi, Gus Miek tidak hanya sampai di situ saja, ia berulang kali Darisini, Kyai Chalwani menegaskan bahwa doa bahasa Jawa Mbah Dalhar itu didapatkan dari ijazah Nabi Khidir. "Nabi Khidir sampai sekarang masih hidup. Bisa bahasa apa saja yang ada di dunia," kata Kyai Chalwani. Lebih lanjut ditegaskan, Syekh Mahmud Plumbon Cirebon nyusun kitab yang menerangkan kiai-kiai di Jawa yang sering bertemu Nabi Khidir. Namaasli Nabi Khidir As adalah Balya bin Malkan bin Fali' bin Abir Fakhsyad bin Syam bin Nuh (nabi yang menjadi bapak kedua setelah Nabi Adam As). Semua wali Allah SWT, pasti pernah berguru kepada Nabi Khidir As, tak terkecuali Nabi Musa yang pernah menjadi muridnya. Tak sedikit orang yang juga ingin bertemu dengan Nabi Khidir As. Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. “Maaf, Guru, tamu Guru tadi malam itu siapa?” Awalnya Mbah Dalhar enggan menjawabnya, tapi akhirnya berkenan menjelaskan bahwa tamu yang akrab itu adalah Nabi Khidir. Gus Miek sangat akrab dengan gurunya ini, bahkan Gus Miek inilah yang diijinkan masuk kamar pribadi Mbah Dalhar. Baca Juga Berangkat Haji, Kiai Hamid Pasuruan Bertemu Sayyid Muhammad di Depan Makam Rasulullah Delapan, Gus Miek Dididik Nabi Khidir di Sungai Brantas. Suatu hari, Gus Miek saat masih kecil suka mancing di Sungai Brantas. Saat itu ditemai seorang santri yang ditugaskan untuk selalu bersama Gus Miek. Gus Miek yang masih kecil tiba-tiba tenggelam dan membuat santri yang menemaninya itu panik bukan kepalang. Dicarinya di sepanjang sungai, Gus Miek belum juga ketemu. Santri itu akhirnya bingung dan dimarahi ayah Gus Miek, Kiai Jazuli. Santri itu akhirnya ditugaskan untuk terus mencari Gus Miek sampai ketemu. Saat kembali ke sungai, Gus Miek ternyata sudah berada di tepi sungai dalam keadaan normal seperti sebelumnya, ditanya dari mana saja dia, Gus Miek menjawab; “Tadi dibawa Nabi Khidir ke dalam sungai.” Foto Istimewa - Mbah Dalhar yang bernama lengkap KH. Nahrowi Dalhar, Watucongol dikenal sebagai ulama yang mumpuni. Belum lama ini sosok Kiai Ahmad Abdul Haq meninggal dunia. Kiai kharismatik ini adalah putra dari kiai Dalhar yang juga dikenal sebagai salah satu wali Allah yang masyhur di tanah Jawa. Mbah Dalhar begitu panggilan akrabnya adalah mursyid tarekat Syadziliyah dan dikenal sebagai seorang yang wara’ dan menjadi teladan masyarakat. Beliau dikenal sebagai salah satu guru para ulama. Kharisma dan ketinggian ilmunya menjadikan rujukan umat Islam untuk menimba ilmu. Mbah Dalhar , begitu panggilan akrabnya adalah sosok yang disegani sekaligus panutan umat Islam, terutama di Jawa Tengah. Salah satu mursyid tarekat Syadziliyah ini dikenal juga menelorkan banyak ulama yang mumpuni. Nasabnya Mbah Dalhar dilahir kan pada 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 12 Januari 1870 M di Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Lahir dalam lingkungan keluarga santri yang taat. Sang ayah yang bernama Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo adalah cucu dari Kiai Abdurrauf. Kekeknya mbah Dalhar dikenal sebagai salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro. Adapun nasab Kiai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kiai Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden Bagus Kemuning. Masa Kanak-kanak Semasa kanak–kanak, Mbah Dalhar belajar Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri. Pada usia 13 tahun baru mondok di pesantren. Ia dititipkan oleh ayahnya pada Mbah Kiai Mad Ushul begitu sebutan masyhurnya di Dukuh Mbawang, Ngadirejo, Salaman, Magelang. Di bawah bimbingan Mbah Mad Ushul , ia belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun. Kemudian tercatat juga mondok di Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen pada umur 15 tahun. Pesantren ini dipimpin oleh Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang ma’ruf dengan laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Selama delapan tahun mbah Kiai Dalhar belajar di pesantren ini. Selama itulah Mbah Dalhar berkhidmah di ndalem pengasuh. Hal itu terjadi atas dasar permintaan ayahnya kepada Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani. Jalan Kaki dan Pemberian Nama Tidak hanya di daerah sekitar Mbah Dalhar menimba ilmu. Di Makkah Mukaramah beliau berguru kepada beberapa alim ulama yang masyhur. Perjalalannya ke tanah suci untuk menuntut ilmu terjadi pada tahun 1314 H/1896 M. Mbah Kiai Dalhar diminta oleh gurunya, Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki – laki tertuanya Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani untuk menuntut ilmu di Mekkah. Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani berkeinginan menyerahkan pendidikan puteranya kepada shahib beliau yang menjadi mufti syafi’iyyah Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Keduanya berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung Mas,Semarang. Ada sebuah kisah menarik tentang perjalanan keduanya. Selama perjalanan dari Kebumen dan singgah di Muntilan, kemudian lanjut sampai di Semarang, Mbah Dalhar memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Hal ini dikarenakan sikap takdzimnya kepada sang guru. Padahal Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan mbah Kiai Dalhar agar naik kuda bersama. Di Makkah waktu itu masih bernama Hijaz, mbah Kiai Dalhar dan Sayid Abdurrahman tinggal di rubath asrama tempat para santri tinggal Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani yaitu didaerah Misfalah. Sayid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hijaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu mbah Kiai Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun. Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani inilah yang kemudian memberi nama “Dalhar” pada mbah Kiai Dalhar. Hingga ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt, mbah Kiai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kiai “Dalhar”. Ketika berada di Hijaz inilah mbah Kiai Dalhar memperoleh ijazah kemursyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan. Mbah Kiai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan riyadhah. Sehingga pantas saja jika menurut riwayat shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat sahabat – sahabatnya, beliau adalah orang yang amat akrab dengan nabiyullah Khidhr as. Sampai–sampai ada putera beliau yang diberi nama Khidr karena tafaullan dengan nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini yang cukup alim walau masih amat muda dikehendaki kembali oleh Allah Swt ketika usianya belum menginjak dewasa. Selama di tanah suci, mbah Kiai Dalhar pernah melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji kurma saja serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk mendoakan para keturunan beliau serta para santri – santrinya. Dalam hal adab selama ditanah suci, mbah Kiai Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah Haram. Selain mengamalkan dzikir jahr ala thariqatis syadziliyyah, mbah Kiai Dalhar juga senang melakukan dzikir sirr. Ketika sudah tagharruq dengan dzikir sirrnya ini, mbah Kiai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3 malam tak dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal thariqah As-Syadziliyyah ini menurut kakek penulis KH Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kiai Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya kepada 3 orang. Yaitu, Kiai Iskandar, Salatiga ; KH Dimyathi, Banten ; dan kakek penulis sendiri yaitu KH Ahmad Abdul Haq. Sahrallayal meninggalkan tidur malam adalah juga bagian dari riyadhah mbah Kiai Dalhar. Sampai dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera – putera di Watucongol. Murid dan Karya – karyanya Karya mbah Kiai Dalhar yang sementara ini dikenal dan telah beredar secara umum adalah Kitab Tanwirul Ma’ani. Sebuah karya tulis berbahasa Arab tentang manaqib Syeikh As-Sayid Abil Hasan Ali bin Abdillah bin Abdil Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam thariqah As-Syadziliyyah. Selain daripada itu sementara ini masih dalam penelitian. Karena salah sebuah karya tulis tentang sharaf yang sempat diduga sebagai karya beliau setelah ditashih kepada KH Ahmad Abdul Haq ternyata yang benar adalah kitab sharaf susunan Syeikh As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau pernah mengajar di Watucongol, setelah menyusun kitab tersebut di Termas. Dimana pada saat tersebut belum muncul tashrifan ala Jombang. Banyak sekali tokoh–tokoh ulama terkenal negara ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar tahun 1920 – 1959. Diantaranya adalah KH Mahrus Lirboyo; KH Dimyati Banten; KH Marzuki Giriloyo dan lain sebagainya. Sesudah mengalami sakit selama kurang lebih 3 tahun, Mbah Kiai Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890 1378 H atau bertepatan dengan 8 April 1959 M. Ada yang meriwayatkan jika beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. Akan tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah hari Rabu namun jatuh hari Kamis Pahing. [ Source

mbah dalhar dan nabi khidir